Orang Dalam Judi Slot Online Dapat Bansos Atau Tidak
JAKARTA - Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute (TII) Dewi Rahmawati Nur Aulia menilai wacana mengikutsertakan korban judi nline sebagai penerima manfaat dana bantuan sosial (bansos) yang dikelola oleh Kementerian Sosial sebagai langkah yang tidak tepat.
Dewi mengingatkan bahwa ketentuan penerima dana bansos sudah diatur dalam undang-undang yakni masyarakat miskin, mulai dari yang berstatus hidup tidak layak hingga menjalani pengupahan di bawah upah minimum. Sedangkan para korban judi online melakukan aktivitas nirmanfaat itu atas kemauan mereka sendiri, hingga kemudian kehilangan harta dan mungkin terjerat utang.
"Seperti yang kita ketahui, para pelaku ini kan sebenarnya mereka melakukan aktivitas itu kan merupakan atas keputusan pribadi," kata Dewi di Jakarta, Sabtu.
Menurutnya, masyarakat yang terjerat dalam judi online lebih dari setengahnya merupakan kelompok dengan penghasilan yang cukup, bahkan beberapa korban merupakan kalangan dengan upah lebih tinggi dari upah minimum.
Ia menilai kondisi korban yang menjadi miskin akibat terjerat judi online dilakukan secara sadar sejak semulanya dan atas keputusan pribadi, bukan diakibatkan karena kemiskinan struktural.
Oleh karena itu, Dewi justru menekankan pemerintah seharusnya lebih menggiatkan literasi mengenai bahaya judi online serta pengelolaan finansial agar masyarakat memahami betul cara investasi dengan tepat dan tidak tergoda untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan cara instan melalui judi online.
Di samping itu, ia juga menilai Kementerian Sosial masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam hal data penerima manfaat dana bansos yang tercantum dalam sistem DTKS sehingga lebih baik kementerian dan lembaga terkait fokus memperbaiki hal tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada Kamis 13 Juni di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, menegaskan bahwa praktik judi baik secara langsung maupun daring (online), dapat memiskinkan masyarakat, sehingga kalangan tersebut kini berada di bawah tanggung jawab kementerian yang ia pimpin.
Muhadjir mengaku telah melakukan banyak advokasi untuk korban judi online, bahkan memasukkan mereka dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bantuan sosial.
"Kemudian mereka yang mengalami gangguan psikososial, kita minta Kementerian Sosial (Kemensos) untuk turun melakukan pembinaan dan memberi arahan," kata Muhadjir.
Presiden RI Joko Widodo juga telah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang terbit di Jakarta 14 Juni 2024.
Satgas tersebut dipimpin Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto didampingi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sebagai Wakil Ketua Satgas, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie sebagai Ketua Harian Pencegahan, dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong sebagai Wakil Ketua Harian Pencegahan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan korban judi online adalah mereka yang tergolong bukan pelaku.
Mereka yang layak disebut korban adalah keluarga atau individu terdekat dari para penjudi yang dirugikan baik secara material, finansial maupun psikologis. Artinya, korban judi online tersebut dapat masuk dalam kategori penerima bantuan sosial (Bansos). Lantas bagaimana plus minusnya pemberian wacana bansos bagi korban judi online?
Pengamat Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengatakan, jika semua korban judi online dapat bansos anggaran APBN akan membengkak.
"Jika semua pemain judi online mendapatkan bansos ya anggaran akan membengkak dan cenderung tidak tepat sasaran. Akhirnya akan merugikan negara dan pembayar pajak," kepada Liputan6.com, Selasa (18/6/2024).
Menurut dia, jika Pemerintah memperluas penerima bansos salah satunya korban judi online, dalam jangka panjang akan membentuk karakteristik Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak berkualitas, karena dengan mereka melakukan “pelanggaran” mereka mendapatkan bansos.
Ia menjelaskan, sebenarnya sudah jelas judi secara aturan dilarang oleh negara. Jadi ketika mereka dengan sadar mereka melakukan judi online, artinya mereka melanggar aturan yang memang diatur oleh negara.
"Mereka tidak bisa disebut korban. Kecuali mereka ditipu dengan dalih investasi yang ternyata itu judi online, itu bisa jadi disebut korban. Tapi mereka memainkan judi slot ya enggak," ujarnya.
Kemudian, soal penerima bansos. Kriteria bansos itu bukan dia pemain judi apa bukan, tapi mereka masuk dalam kategori miskin atau tidak. Jika ditambah dengan syarat “bukan pemain judi online” ya harus dibuktikan secara data. Jangan sampai tambahan karakteristik/syarat itu menjadi celah bagi memainkan data penerima bansos.
TEMPO.CO, Jakarta - Usulan untuk memasukkan keluarga pemain judi online dalam daftar penerima bantuan sosial atau bansos menuai kontroversi. Direktur Ekonomi Digital Celios Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menegaskan bahwa judi secara hukum dilarang oleh negara.
"Mereka yang melakukan judi online secara sadar melanggar aturan. Tidak bisa disebut korban," ucap Nailul dikutip dari Koran Tempo, Rabu 19 Juni 2024. Keluarga penjudi online juga tidak masuk ke dalam kriteria penerima bansos yang hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang masuk ke dalam kategori miskin atau miskin ekstrem. Syarat penerima bansos diatur dalam Keputusan Menteri Sosial No.146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memaparkan pemain judi online dapat dimasukkan dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bansos.
DTKS merupakan pangkalan data induk masyarakat yang memerlukan pelayanan kesejahteraan sosial. DTKS yang dikelola oleh Kementerian Sosial ini menjadi acuan dalam program pengentasan kemiskinan. Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial No.146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu, terdapat 11 kriteria yang harus dipenuhi rumah tangga penerima bansos.
Rinciannya adalah, tidak memiliki sumber mata pencaharian atau bersumber mata pencaharian, tetapi tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Lalu memiliki pengeluaran sebagian besar untuk konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana.
Selanjutnya adalah tidak mampu atau mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan ke tenaga medis, kecuali Puskesmas atau disubsidi pemerintah. Lalu tidak sanggup membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap anggota rumah tangga.
Selain itu memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anak hingga jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama. Dan dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu, kayu, atau tembok dengan kualitas rendah atau tidak baik, termasuk tembok berlumut atau sudah usang maupun tembok tidak diplester. Lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, kayu, semen, atau keramik dengan kondisi kualitas rendah atau tidak baik.
Lalu atap bangunan tempat tinggal terbuat dari ijuk, rumbia, genteng, seng, atau asbes dengan kondisi kualitas rendah atau tidak baik. Memiliki penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik atau listrik tanpa meteran. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per orang. Kriteria terakhir adalah memiliki sumber air minum berasal dari mata air atau sumur tak terlindung, air sungai, air hujan, atau lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan korban judi online berpeluang menjadi penerima bantuan sosial (bansos). Menurutnya, korban judi online yang menjadi miskin menjadi tanggung jawab pemerintah.
Nantinya nama korban judi online akan dimasukkan dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga berhak menerima bansos.
"Kita masukkan di dalam DTKS sebagai penerima bansos, ya," kata Muhadjir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak yang menjadi miskin baru itu menjadi tanggung jawab kita, tanggung jawab dari Kemenko PMK," sambungnya.
Muhadjir mengatakan pemerintah juga telah memberikan advokasi kepada korban judi online. Mereka yang mengalami gangguan psikososial katanya akan dibina dengan bantuan serta koordinasi Kementerian Sosial (Kemensos).
Ia mengatakan judi online tak hanya dilakukan oleh masyarakat tingkat ekonomi rendah, tetapi juga golongan intelektual. Karena itu, ia mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk tidak mencoba judi online.
"Tidak hanya segmen masyarakat tertentu misalnya masyarakat bawah saja. Tapi juga masyarakat atas juga mulai banyak, termasuk kalangan intelektual, kalangan perguruan tinggi juga banyak yang kena juga," ujarnya.
Presiden Jokowi pun telah memberikan atensi khusus atas kasus judi online yang berujung pembunuhan. Ia meminta seluruh lapisan masyarakat menghentikan maraknya judi online.
Jokowi rencananya akan menunjuk Menko Polhukam Hadi Tjahjanto sebagai pucuk pimpinan Satgas Pemberantasan Judi Online.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan penunjukan dilakukan melalui keputusan presiden. Keppres itu akan diumumkan ke publik dalam waktu dekat.
"Sebelum ke sini saya sudah paraf. Ketuanya Pak Menko Polhukam, wakilnya Pak Menko PMK," kata Budi dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/6).
Bisnis.com, JAKARTA -- Korban judi online bisa dapat bansos asalkan memenuhi syarat untuk tercatat dalam DTKS. Pasalnya, masyarakat yang berhak menerima bansos adalah mereka yang terdata di DTKS dari Kemensos.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menilai korban judi online tidak dapat masuk dalam kriteria Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk mendapatkan bantuan sosial.
Dia menegaskan masyarakat layak mendapatkan bansos hanya bila sesuai dengan kriteria DTKS
"Artinya data DTKS itu kan ada parameter pengukurnya, parameter kemiskinan. Nah, nanti dimasukkan saja ke sistem DTKS apakah masuk atau tidak," katanya di Jakarta, Jumat (14/6/2024) seperti dilansir laman resmi DPR RI.
Diah menuturkan DTKS merupakan sistem pendataan sosial yang klasifikasinya sudah ditentukan dan disesuaikan secara ilmiah dan terukur. Menurutnya, tidak tepat mengeneralisir masyarakat yang kalah judi online jadi miskin.
"Jadi DTKS dia kan sistem, sistem pendataan sosial, tapi kan nggak bisa digeneralisir kalau kalah judi online jadi miskin. Kan nggak juga. Artinya tetap DTKS itu sebuah sistem klasifikasi datanya apakah yang korban bersangkutan itu masuk dalam kriteria atau tidak itu yang menentukan. Jadi bukan karena judi online atau tidak," kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
"Tapi lebih karena kondisi yang bersangkutan, silakan saja kalau mau dimasukan ke dalam DTKS, apakah pantas menerima bansos atau tidak. Tapi variabelnya bukan karena kalah judi online terus dapat bantuan, kalah judi online nggak bisa jadi parameter, kan udah ada parameternya sendiri," tuturnya.
Diah mengatakan jika korban judi online masuk dalam kriteria DTKS maka bisa mendapat bantuan. Kriteria tersebut yakni kriteria kemiskinan.
"Tapi silakan saja korban [judi online] apakah masuk atau tidak ya silakan masuk ke dalam proses verifikasi DTKS. Misal jatuh miskin butuh bantuan, kemudian masuk kriteria kemiskinan itu lain, tapi bukan variabel kalah judi online menentukan masuk DTKS, tidak bisa," imbuhnya.
Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy menyampaikan dampak dari judi online kini makin mengkhawatirkan. Muhadjir mengatakan pihaknya akan terlibat dalam penanganan judi online dari sisi dampaknya.
"Pasti terlibat nanti Kemenko PMK, tapi yang memimpin langsung Pak Kemenko Polhukam karena ini ranahnya kan bukan ranah pelayanan berkaitan dengan tugas Kemenko PMK, tapi penegakan hukum," kata Muhadjir kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons rencana pemerintah untuk menjadikan korban judi online sebagai penerima bantuan sosial (bansos).
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh tak sepakat dengan rencana tersebut. Justru ia menilai, korban judi online seharusnya tidak masuk dalam kategori penerima bansos.
"Kita juga harus konsisten ya, di satu sisi kita memberantas tindak perjudian salah satunya adalah melakukan langkah-langkah preventif, di sisi yang lain harus ada langkah disinsentif bagaimana pejudi justru jangan diberi bansos," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh di Kantor MUI Pusat, Jakarta, dilansir dari Antara Sabtu (15/6/2024).
Niam mengatakan, bansos yang diberikan kepada pejudi berpotensi digunakan kembali untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum tersebut.
Ia menekankan tidak ada istilah korban dari judi daring, ataupun kemiskinan struktural akibat dampak judi online, karena berjudi merupakan pilihan hidup pelakunya.
Berbeda dengan pinjaman daring (pinjol), kata dia, terdapat sejumlah penyedia layanan yang melakukan kecurangan, dan menyebabkan penggunanya tertipu lalu menjadi korban.
"Masa iya kemudian kita memprioritaskan mereka? tentu ini logika yang perlu didiskusikan. Kalau tahu uangnya terbatas untuk kepentingan bansos, prioritaskan justru orang yang mau belajar, orang yang mau berusaha, orang yang gigih di dalam mempertahankan hidupnya, tetapi karena persoalan struktural dia tidak cukup rezeki. Ini yang kita intervensi, jangan sampai kemudian itu enggak tepat sasaran," ucap Niam.